“Anggita!” teriak Lea dari aula sekolah, Anggita yang awalnya berjalan cuek sambil mendengarkan iPod-nya pun menoleh dengan wajah super jutek. “apaan sih?” jawab Anggita, “ya amplop... pagi-pagi udah jutek! Jauh jodoh loh!!” Lea menyenggol pinggul Anggita. “ehh! your prince tuh!! Udah mejeng pagi-pagi dengan para dayang-dayangnya.” Lea berbicara dengan nada meledek dan tersenyum-senyum kuda, “ia apa? Dimana?? Anterin gue kesana dong!!” wajah Anggita berubah sumringah seketika mendengar sahabatnya. Nampaknya memang pesona Alvin sudah tidak dapat di hindari lagi oleh Anggita dan para gadis lainnya, tapi tidak termasuk Lea! “ iyee sabar –sabar bu... mau kemana sih!? Orangnya juga kagak kemane-mane, masih ngejanteng di lapangan basket.” Lea yang berbicara dengan logat betawi-nya tidak dapat menahan keinginan Anggita untuk segera melihat Alvin, Anggita keburu menarik tangan Lea dan berlari menuju lapangan basket. Lea selalu heran dengan sifat sahabatnya itu, malahan Lea bertanya-tanya sebenarnya apa sih istimewanya seorang Alvin?? Anak kelas 3 IPS, berkulit putih, berkacamata dan berbadan ‘KurTing’ alias Kurus Tinggi sebetulnya terkesan bersifat arrogant dan sok cool gak jelas, namun mampu menyedot perhatian hampir seisi sekolah. Sesampainya di lapangan basket, belum sempat Lea bernafas Anggita sudah tersenyum-senyum gak jelas dengan mata yang berbinar-binar, “astaga Le!! Makan apa sih ibunya waktu hamil dia? Punya anak kok ganteng banget!!” Anggita tersenyum-senyum sendiri, sementara Lea berusaha mengambil nafas sembari mengeluarkan wajah jengkelnya. “makan areng kali!” jawab Lea jutek, Anggita pun menepuk pundak sahabatnya itu. “ahhh Malih!! Gak seneng banget sieh ngeliat temen-nya seneng!!” Anggita pun mengeluarkan mimik juteknya lagi, “abisnya lo! Selalu aja nanyain emaknya makan apaan waktu hamil dia!? Mana gue tau sihh.. gue aja belom lahir” jawab Lea sensi. “eh eh Nadia dateng tuh! Ngapain sih tu bocah nyamperin Alvin? Pasti caper lagi deh!” Anggita menarik baju Lea dan menujuk kearah Nadia, anak kelas 3 IPA saingan terbesar Anggita. Nadia dan Alvin sebenarnya adalah kakak kelas Anggita, yang harusnya Anggita hormati namun nampaknya kata ‘Hormat’ pada kakak kelas gak akan pernah berlaku untuk Nadia. Well, Nadia adalah pacarnya Alvin... kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan seorang Nadia adalah cantik, tinggi, berkulit sawo matang, berambut panjang dan memiliki idola yang cukup banyak juga di sekolahnya, bisa di bilang beda tipis lah dengan Alvin. Terkadang Anggita suka membandingkan dirinya sendiri dengan Nadia, menurutnya dia hanyalah seorang anak kelas 1 SMA bertubuh tidak lebih dari 165 cm, berkulit sawo matang, berambut panjang namun tidak memiliki hal-hal special layaknya Nadia yang juga seorang ketua cheerleaders. “ahh nenek lampir itu lagi! Ngapain dia nongol segala sih?” sahut Lea dengan nada sewot. “Nadia tuh perfect banget yah Le!? Emang gue... eh tapikan, gue udah kenal Alvin duluan, malahan sebelum itu anak sekolah disini! Gue tau segelanya tentang dia!! Malahan gue tau, berapa lama waktu yang dia butuhin untuk mandi.” Ratap Anggita dengan wajah memelas sambil melihat kearah Alvin dan Nadia yang sedang tertawa. “astaga Anggi!! Ia sih, loe kenal dia duluan, tapi bukan berarti loe ngitungin berapa lama dia mandi!!” jawab Lea dengan nada shock, “abis gue gedek Le setiap kali gue ngeliat mereka ngobrol!” sambar Anggita. “udahlah.. mendingan sekarang kita ke kelas aja! Bentar lagi bell masuk bunyi, ngapain ngintipin orang pacaran dari balik pohon gini!.” Lea pun menggandeng tangan Anggita dan menariknya ke kelas. Sepulangnya dari sekolah, Anggita segera bergegas pulang sambil mendengarkan iPod. Namun tak disangka, Anggita melihat Alvin dan Nadia sedang berjalan bergandengan tangan di depan Lab. Bahasa, Anggita melirik dengan wajah juteknya dan berlalu sembari membesarkan volume iPod. “gila yah! Ngapain sih mereka gandengan tangan, jalan berduaan di depan umum?? Pengen banget orang pada tau hubungan mereka. Lebay! Apalagi itu nenek lampir satu!! Ganjen banget sih!” teriak Anggita begitu memasuki rumahnya, ia pun membanting pintu sehingga membuat mamanya berlari dari dapur dan menghampirinya. “ya ampun Anggi!! Ngapain sih kamu ngebanting pintu dan teriak-teriak gak jelas gitu!” omel mamanya, “ahh tau ahh mama gak akan ngerti! Aku capek, laper and mau makan..” sahut Anggita dengan nada jutek. “yaudah sana ganti baju, cuci muka, terus makan!” jawab mama. Malam ini adalah malam minggu, seharusnya Anggita pergi keluar dan hang-out bareng temen-temennya, namun Anggita lebih memilih tetap tinggal dirumah, mendengarkan musik dan menulis semua cerita hidupnya di dalam diary. Sesekali Anggita menoleh dan melihat kearah jendela kamar Alvin yang tepat berada di depan jendela kamarnya,terlihat Alvin sedang berbicara di telepon. Ahh pasti itu telepon dari Nadia! and yup! Mereka adalah tetangga, maka dari itu Anggita mengetahui segala hal tentang Alvin, selain itu boleh di bilang keluarga mereka cukup akrab sampai-sampai tante Dina, a.k.a mamanya Alvin selalu menjadikan Anggita topik pembicaraan saat perkumpulan keluarga, bahkan kemanapun tante Dina pergi selalu mengajak Anggita untuk pergi. Apalagi kalau om Putra lagi kerja keluar kota, Anggita sudah di pastikan berada di rumah keluarga Alvin dan menemani tante Dina seharian penuh.
Sedang asik-asiknya melamun diatas tempat tidur, tiba-tiba suara bell rumah berbunyi. Anggita melihat kearah jam, dan jam menunjukan pukul 12.30 malam, “siapa sih tengah malem gini dateng ke rumah? Orang bukan yah? Jangan-jangan hantu lagi!!” Anggita berbicara ketakutan sambil memeluk bantal. Tidak berapa lama kemudian HP Anggita berdering, dia pun segera menjawab teleponnya. “siapa nih? Malem-malem telepon! Gak tau udah jam berapa yah?” omel Anggita “ehh sorry! Aku ganggu yah Ta?” suara di telepon, tidak lain dan tidak bukan adalah suara Alvin... Anggita pun langsung menutup mulutnya dan matanya pun melotot. “ehh ya ampun kak Alvin!! Enggak kok kak.. aku kira siapa, ada apa kak?” jawab Anggita dengan nada lembut. “enggak sih.. Cuma kok tadi aku ketok-ketok pintu rumah kamu, gak ada yang buka?” nada suara Alvin terdengar seperti sedang tidak bersemangat “ kakak ada di depan rumah ku? Jadi itu kakak yang ngebell dan ngetok-ngetok pintu dari tadi? Aku kira siapa... yaudah kakak tunggu yah! Aku keluar sebentar lagi.” Anggita langsung melompat dari tempat tidurnya dengan semangat “ok! Aku tunggu yah!.” Jawab Alvin. Pntu rumah pun sudah di buka, Alvin yang terlihat suntuk memaksakan senyumnya kepada Anggita “ masuk kak kedalem!” ajak Anggita, Alvin pun masuk kedalam rumah “maaf ya Ta, udah ganggu malem-malem.” Alvin menggaruk-garuk kepalanya sambil berjalan kearah ruang tamu. “issh santai aja kak! Kayak sama siapa aja.. kok gak pergi malem mingguan? Biasanya jam segini belom pulang, masih jalan-jalan sama Nadia.” Sahut Anggita sembari menyindir Alvin “aku baru putus sama Nadia, gak tau apa yang salah sama aku! Padahal tadi kita lagi bercanda di telepon, eh tiba-tiba dia ngomel-ngomel trus matiin teleponnya.” Anggita pun langsung menoleh kearah Alvin, dan mempersilahkan Alvin duduk “loh kenapa kak? Bukannya tadi siang masih baik-baik aja?” Alvin mengusap mukanya dan menarik nafas. “gak tau tuh! Gak jelas juga tu anak.” Anggita tersenyum “yaudah lah kak.. gak usah terlalu di pikirin! Cewek gak cuma dia doang kan? Masih banyak peri-peri di luar sana yang menanti kakak.” Alvin menoleh dan tersenyum kearah Anggita, seketika Anggita lemas melihat senyuman Alvin “errm kak, mau minum apa? Aku buatin dulu yah!” teriak Anggita, mengalihkan perhatian “apa aja deh, terserah” jawab Alvin dan Anggita pun langsung berlari kearah dapur dan tersenyum-senyum sendiri sambil membuatkan minum untuk Alvin ‘akhirnya putus juga!’ kata Anggita dalam hati. Anggita langsung bergegas kembali ke Alvin.
“ini kak, minum dulu!” Alvin pun menyambut gelas yang di berikan Anggita “thanks ya!” Alvin tersenyum “ia, jadi kakak gak akan selamanya mikirin dia juga kan? Kalo kakak punya niat kayak gitu mendingan kakak pikir ulang lagi deh.. emang kakak gak kasian apa ama cewek-cewek yang neriak-neriakin kakak saat kakak lagi main basket, nanti mereka patah hati lagi, dan ngerasa gak punya kesempatan untuk di cintai oleh pangeran mereka.” Lanjut Anggita sambil tertawa kecil, Alvin tertawa mendengar Anggita “ya ampun Ta Ta... gak segitunya juga kali, mereka juga pasti mikir untuk jadiin aku pacarnya! Kayak gak ada cowok lain aja.” Jawab alvin sambil tertawa “waah kakak gak sadar apa, kalo ada banyak cewek yang nge-fans sama kakak?!” Anggita menepuk pundak Alvin. Mereka berbicara cukup lama, sekitar jam 03.30 pagi Alvin baru pamit pulang... meskipun begitu, Anggita tidak merasa capek atau ngantuk saat berbicara dengan Alvin, malahan mereka saling curhat dan tertawa bersama. “wahh enak juga yah ngobrol sama kamu! Gak bikin sakit hati, udah gitu kamu cepet nangkep lagi sama apa yang aku omongin.” Anggita pun tersenyum malu saat Alvin memujinya “ia dong! Anggita... anak paling cerewet, pinter, and manis di kelas 10” Alvin pun tertawa kencang mendengar gaya bicara Anggita yang sok keren. “yaudah deh! Udah pagi.. aku pulang dulu ya, gak enak nih jadi ganggu jam tidur kamu!” Alvin berdiri dan berpamitan. “ah gak kenapa-kenapa kok kak! Ini kan hari minggu, jadi gak mengganggu sama sekali.. malahan aku seneng bisa nemenin kakak ngobrol.” Jawab Anggita, Anggita pun mengatantar Alvin hinnga ke depan pintu rumah “Anggita, terkadang apa yang terlihat indah di mata kita, sebenarnya tidak sama sekali sesuai dengan apa yang kita lihat dan kita pikirkan.” Anggita terlihat bingung melihat wajah Alvin, hingga membuat Alvin tertawa. “okay! Sampai ketemu hari senin ya!” Alvin tersenyum kearah Anggita dan berjalan pulang ke rumah, Anggita pun menutup pintu rumah. “Anggita! Ngapain kamu jam segini belum tidur?” tiba-tiba mama berdiri di balik Anggita “ehh mama, udah bangun mah? Rajin banget” jawab Anggita sambil nyengir canggung. “udah bangun, udah bangun. Tidur sana cepet! Nanti kamu sakit lagi karena begadang!” omel mama, Anggita pun langsung ciut “ia mah!” Anggita berlari ke kamar dan tidur.
Hari senin pun tiba, hari ini Anggita terlihat sangat ceria dan sangat berbeda di bandingkan biasanya. “wew! Kenapa nih temen gue?!? Ketawa-tawa gak jelas pagi-pagi gini. Biasanya muka udah berlipet tujuh!” Lea tertawa melihat sikap sahabatnya, “ahh loe kayak gak tau aja gue lagi seneng! Alvin ke rumah gue malem minggu kemaren!” jawab Anggita sembari tersenyum-senyum. “ahh gila mampus! Loe serius say!?? Ceritain dong!” Lea sangat excited mendengar kabar dari Anggita, “ia dong, ishh entar aja gue ceritain abis upacara ya!?” jawab Anggita, wajah Lea nampak kecewa “yah.... yaudah deh!” selesai upacara, Lea menagih hutang cerita Anggita, dan Anggita pun mau gak mau mencerita kan secara detail apa aja yang mereka bicarain malam itu. Lea terlihat sangat senang melihat sahabatnya bisa tertawa dan terlihat ceria, jika di bandingkan dengan sebelumnya Anggita sangat lah berbeda! Anggita yang jutek dan kaku tiba-tiba berubah jadi sosok yang menyenangkan dan periang. “Panggilan untuk Anggita dewi, di harapkan segera ke lapangan basket sekarang juga, sekali lagi saya ulangi panggilan untuk Anggita dewi di harapkan segera ke lapangan basket sekarang juga. Terima kasih.” Wajah Anggita dan Lea berubah seketika, mereka bertanya-tanya siapa orang yang baru saja memberikan pengumuman itu. “Anggi, itu bukan suara mbak Tini atau mas Joni kan?” tanya Lea dengan wajah linglung ke Anggita, “mana gue tau si Le! Udah yuk loe temenin gue ke lapangan basket!” Anggita menarik tangan Lea dan berjalan terburu-buru ke lapangan basket. Sesampainya disana, ada hal yang sangat tidak di harapkan oleh Anggita “kok rame yak Le?” tanya Anggita ke Lea yang sedang bingung melihat keramaian di lapangan basket, “ehh Ta! Loe gak lagi di hukum kan? Emang lo salah apaan sih?” Lea berbalik bertanya ke Anggita, Anggita pun melotot ke arah Lea “gimana sih loe, gue nanya malah nanya lagi!!” Anggita pun kembali ke sifat aslinya. “ia maaf Ta!” jawab Lea takut... “Anggita! Kamu mau gak jadi pacar aku?” teriakan seorang cowok dari balik tubuh mereka berdua membuat Anggita dan Lea menoleh ke belakang dengan segera, O.M.G!!! itu Alvin, dia memakai baju basket dan memegang sebuah sarung tangan dan sebuah boneka beruang. Alvin berjalan kearah Anggita dan berlutut di depan Anggita “Ta, kamu mau gak jadi pacar aku? Kalau ia, tolong ambil boneka ini. Tapi kalo enggak, kamu boleh ambil sarung tangan ini.” Lea tersenyum-senyum melihat Alvin yang berlutut di hadapan Anggita, cowok yang selama ini menaklukan hati sahabatnya akhirnya bisa di taklukan juga oleh Anggita. Namun Anggita terlihat sangat stress dan bingung mau menjawab apa “udehh jangan kelamaan! Ambil tu teddy bearnya!” teriak Lea dan anak-anak lainnya yang berada di lapangan basket. “ia ia sabar!” sahut Anggita panik, hingga akhirnya ia menjulurkan tangannya dan Alvin pun menutup mata. “yes!!” teriak Lea, Alvin pun segera membuka mata. Ternyata Anggita mengambil boneka beruang berwarna putih itu hingga membuat Alvin melompat dan seisi sekolah berteriak “Yes!” “thanks ya Ta!” Alvin pun memeluk Anggita dan tiba-tiba keluarlah ratusan balon yang bertuliskan ‘I LOVE YOU ANGGITA’ dan berterbangan ke langit, Lea tertawa bahagia dan Anggita pun tersenyum senang “bukan kakak yang seharusnya bilang terima kasih, tapi aku! Terima kasih ya kak udah membuat semua impianku menjadi kenyataan.” Sahut Anggita, Alvin pun tersenyum mendengar pernyataan Anggita. Yup! That’s life... we never know the end! So terus berusaha dan terus berjuang satu hal lagi... jangan pernah berhenti bermimpi! –Juzt lynn
